Minggu, 12 Mei 2013

JIP



Perencanaan Agregrat menurut David D. Bedworth adalah perencanaan yang dibuat untuk menentukan total  permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Menurut T.Hani Handoko perencanaan agregrat adalah proses perencanaan kuantitas dan pengaturan waktu keluaran selama periode waktu tertentu melalui penyesuaian variabel-variabel tingkat produksi karyawan, persediaan, variabel yang dapat dikendalikan lainnya [1]. Perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi jangka menengah , horison perencanaannya biasanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi dari 1 sampai 3 tahun dengan tujuan produksi merupakan suatu penyusunan suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber- sumber yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregrat ini merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya yaitu penyusunan jadwal induk produksi [1].
Menurut Vincent Gaspersz (2004), Pada dasarnya jadwal produksi induk (master production schedule) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Aktivitas Master Production Scheduling (MPS) pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk (master production schedule), memproses transaksi dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut [2].
1.      Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (material and capacity planning/M&CRP).
2.      Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase ordes) untuk item-item MPS.
3.      Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4.      Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan lima input utama. Yaitu sebagai berikut [2].
1.      Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).
2.      Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm planned orders.
3.      Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi tersebut.
4.      Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
5.      Informasi dari Rough Cut Capacity Planning (RCCP) berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan-balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia.
Jadwal induk produksi (JIP) adalah rencana tertulis yang menunjukan apa dan berapa banyak setiap produk yang akan dibuat dalam setiap periode untuk beberapa periode yang akan datang. Jadwal induk produksi ini merupakan rwncana induk yang akan dijadikan pedoman utama dalam rencana pengerjaan, kebijaksanaan persediaan dan kebijakan finansial, pembuatan jadwal induk produksi relatif sulit karena order atau permintaan bersifat tidak pasti [1]. Jadwal Induk Produksi (JIP) manyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir, dan merupakan rencana induk yang akan dijadikan pedoman utama dalam pengerjaan, kebijakan persediaan, kebijakan financial, pembebanan tenaga kerja, penjadwalan mesin, kebijakan alternatif produksi : regular, lembur, subkontrak, dan lain-lain. Karena JIP merupakan sumber rencana dan kebijakan bagi departemen lain dan departemen lantai produksi, maka dalam membuat JIP ini harus ada koordinasi dengan departemen terkait dan dengan keterbatasan sumber daya ( kapasitas) perusahaan. Bila Jadwal Induk Produksi (JIP) tidak disusun secara tepat maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut [3].
1.      Produk tidak sesuai dengan permintaan.
Jumlah produksi terlalu banyak akan beresiko modal tertanam pada persediaan. Semestinya modal dapat diputar (diinvestasikan) pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan atau ditabung di bank untuk dapat bunga. Resiko lainnya adalah timbulnya persediaan. Meningkatnya jumlah persediaan akan meningkatkan biaya untuk penanganan, listrik dan lain-lain, serta resiko barang menjadi rusak. Jumlah produksi kurang dari permintaan akan mengakibatkan stock out . konsumen bisa kecewa, perusahaan tidak jadi dapat keuntungan, dan bahkan konsumen bisa lari kepesaing.
2.      Tidak optimalnya utilisasi kapasitas.
Utilisasi (tingkat penggunaan) kapasitas yang baik adalah jika 80% kapasitas dapat digunakan secara seragam (tidak naik turun) di setiap periode produksi. Utilisasi rendah membuat investasi yang sudah ditanam sia-sia, bisa jadi sumber daya lain menjadi standby, biaya operasi dan opportunity cost terjadi terus. Utilisasi melebihi beban normal beresiko sumber daya cepat rusak.
3.      Keterlambatan waktu penyerahan.
Konsumen atau pelanggan yang kecewa karena keterlambatan penyerahan produk bisa lari ke produk pesaing.
4.      Beban produksi tidak merata.
Beban kerja tidak merata pada setiap periode akan menimbulkan banyak permasalahan, salah satunya berhubungan dengan tenaga kerja. Beban kerja yang naik turun setiap periode mengakibatkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan naik turun
Terdapat tiga metode yang digunakan dalam perhitungan jadwal induk produksi, antara lain tenaga kerja tetap, tenaga kerja berubah, dan transportasi. Berikut adalah penjabarannya [3].
a.       Metode Tenaga Kerja Tetap
Metode tenaga kerja tetap melakukan variasi tingkat persediaan dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan. Apabila jumlah produksi lebih tinggi dari permintaan, kelebihan produksi itu disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih kecil daripada permintaan, kekurangan produksi diambil dari persediaan. Metode tenaga kerja tetap melakukan variasi tingkat persediaan dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan  kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan. Apabila jumlah produksi lebih tinggi dari permintaan, kelebihan produksi itu disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih kecil daripada permintaan, kekurangan produksi diambil dari persediaan. Kecepatan produksi konstan. Jika berlebihan produk disimpan untuk persediaan. [3].
b.      Metode Tenaga Kerja Berubah
Metode tenaga kerja berubah adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja mengalami perubahan. Rencana produksi metode tenaga kerja berubah dibuat sesuai kebutuhan (demand) dengan menambah tenaga kerja jika kekurangan tenaga kerja atau mengurangi tenaga kerja jika kelebihan tenaga kerja. Metode tenaga kerja berubah berupa strategi melakukan variasi jumlah tenaga kerja dengan cara menambah atau mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada bulan yang bersangkutan.
c.       Metode Transportasi
Metode transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Menurut Ayu (1994) masalah transportasi juga membahas pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi. Ciri dari masalah transportasi yaitu terdapatnya sejumlah sumber dan sejumlah tujuan, jumlah komoditas sumber atau tujuan besarnya tertentu dan kapasitasnya sesuai, serta biaya yang terjadi besarnya tertentu. Ciri dari masalah transportasi antara lain [4].
1.      Terdapat sejumlah sumber dan tujuan tertentu.
2.      Kuantitas komoditi/barang yang didisitribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan besarnya tertentu.
3.      Komoditi yang dikirim/diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber.
4.      Ongkos pengangkutan komoditi dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya tertentu



DAFTAR PUSTAKA

[1]         Baroto, Teguh. 2002,  Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta :
                  Graha Indonesia
[2]         Gaspersz, Vincent. 2004. Production Planning and Inventory Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[3]          Heizer Jay, Render Barry. 2004. Operations Management. Jakarta: Salemba 4.
[4]          Herjanto, Eddy. 2004. Management Operation. Jakarta : Penerbit  Grasindo
 



0 komentar:

Posting Komentar