Material
Requirement Planning (MRP) dapat
didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam
penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan
terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan (Dependent
demand items) [1]. Sedangkan menurut baroto material requirement panning (MRP) adalah suatu prosedur logis
berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang
untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi kebutuhan bersih untuk semua
item [2].
1.
Tujuan dari MRP untuk menghasilkan informasi persediaan
yang mampu digunakan untuk mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam
melakukan produksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan
efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun
persyaratan yang dimaksud adalah [1].
2. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production
Schedule), yaitu suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu
suatu produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi.
Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan
melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta jadwal
pemesanan produk dari pihak konsumen.
3. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang
khusus. Hal ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi
dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka
pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen, perakitan
setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas antara
satu dengan yang lainnya.
4. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini
tidak diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam
pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya
sangat komplek. Walaupun demikian, yang penting struktur produk harus mampu
menggambarkan secara gamblang langkah-langkah suatu produk untuk dibuat, sejak
dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
5. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item
yang menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang
suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat
baik berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk
melakukan pembelian dan/ atau produksi. Ada 4 macam
yang menjadi ciri utama MRP, yaitu [2].
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu
pekerjaan akan selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan
produk yang dijadwalkan berdasarkan MPS yang direncanakan.
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan
menentukan secara tepat sistem penjadwalan.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan
memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus
dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu
jadwal yang sudah direncanakan.Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi
pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan
indikasi untuk melaksanakan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan
menentukan prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini
masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu
pesanan harus dilakukan. Terdapat beberapa mekanisme dasar dari proses Material requirement planning. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut [3].
1.
Lead Time, merupakan jangka
waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang
dipesan itu siap untuk digunakan
2.
On Hand, meupakan inventory on-hand yang yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik
aada dalam stockroom
3.
Lot Size, merupakan
kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan MRP berupa banyak kuantitas
yang harus dipesan serta teknik lot-sizing
apa yang dipakai
4.
Safety Stock, merupakan
stock pengaman yang diterapkan oleh
perencanaan MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan atau penawaran
5.
Planning Horizon,
merupakan banyaknya waktu kedapan yang tercangkup dalam perencanaan harus
ditrapkan paling sedikitnya sepanjang waktu tunggu kumulatif dari sekumpulan
item yang terlibat.
6.
Gross Requirements, merupakan total dari semua kebutuhan termasuk kebutuhan yang diantipasi
untuk setiapo periode waktu. Suatu parts
tertentu dapat memiliki kebutuhan kotor yang mencangkup dependent demand atau idependent
demand
7.
Projek On-Hand, merupakan projeced available balance yang tidak termasuk planned order. Projek on-hand
dihitung berdasarkan formula Projected
on-hand= On-hand pada awal periode + Scheduled Receipts – Gross Requirements
Ada 3 Input dan beberapa output dalam MRP yang
dibutuhkan dalam konsep MRP. Sebagai berikut yaitu : [3]
1.
Jadwal
Induk Produksi (Master production schedule)
Merupakan suatu
rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis
produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya. Jadwal Induk Produksi (JIT), didasarkan pada peramalan atas permintaan
dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan (perencanaan jangka
panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi (perecanaan jangka sedang) yang
pada akhirnya dipakai untuk membuat JIP (perencanaan jangka pendek) yang berisi
perencanaan secara mendetail mengenai “jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk
setiap produk akhir beserta “periode waktunya” untuk suatu jangka perencanaan
dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia. Secara garis besar pembuatan suatu JIP biasanya dilakukan
atas tahapan-tahapan sebagai berikut [4].
a.
Identifikasi sumber
permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui besarnya permintaan produk
akhir setiap periodenya.
b.
Menentukan besarnya
kapasitas produksi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan yang telah
diidentifikasikan. Perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat,
sehingga masih merupakan perencanaan global. Dalam tahap ini, identifikasi kemampuan
dari setiap sumber daya yang dimiliki untuk menentukan kesanggupan berproduksi.
c.
Menyusun rencana
rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap ini merupkan penjabaran
(disagregasi) dari rencana agregat, sehingga akan didapat jadwal produksi
setiap produk akhir yang dibuat dan periode akhir yang dibuat dan periode waktu
pembuatannya. Selain itu juga dijadwalkan sumber daya yang diperlukan.
2.
Struktur
Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Berisi nformasi tentang hubungan antara komponen-komponen
dalam suatu proses assembling. Informasi ini dibutuhkan dalam menentukan
kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen. Selain itu, stuktur produk
juga berisi informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen” pada setiap tahap assembling dan “jumlah produk akhir” yang harus dibuat [3].Merupakan kaitan antara produk dengan komponen
penyusunnya. Informasi yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi [3].
a.
Jenis komponen
b. Jumlah yang dibutuhkan
c. Tingkat penyusunannya
d. Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan yaitu pesanan
antar perusahaan atau kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak berhubungan
dengan produksi, seperti halnya untuk eksperimen, tes destruktif, promosi,
pemeliharaan serta untuk kepentingan lainnya.
e.
Peramalan atas item
yang bersifat tidak bergantungan.
3.
Status
Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material
yang ada dalam persediaan, yang berkaitan dengan [3].
a.
Jumlah persediaan
yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
b.
Jumlah barang
dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
c.
Waktu ancang –
ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
Setiap item persediaan harus diidentifikasikan secara
jelas jumlahnya karena transaksi-transaksi yang terjadi, seperti penerimaan,
pengeluaran, produk cacat, dan daa-data tentang lead time, teknik ukuran lot
yang dipakai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalajan dalam perencanaan [3].
Output dari sistem perhitungan MRP adalah penentuan
jumlah masing-masing BOM dari item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal
yang dibutuhkannya. Informasi ini digunakan untuk merencanakan pelepasan
pesanan (order release) untuk pembelian dan pembuatan sendiri
omponen-komponen yang dibutuhkan. Pelepasan yang direncanakan (planned order
release) secara otomatis dihasilkan oleh sistem komputer MRP bersamaan
dengan pesanan-pesanan yang harus dijadwalkan kembali, modifikasi,
ditangguhkan, atau dibatalkan [3].
Dengan cara ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan
operasi bagi manajer produksi. Berdasarkan uraian di atas, output yang dapat
diperoleh dari sistem MRP dapat dirangkum sebagai berikut : [3].
1.
Menentukan
jumlah kebutuhan material serta waktu pemesannya dalam rangka memenuhi
permintaan produk akhir yang sudah direncanakan dalam JIP.
2.
Menentukan
jadwal pembuatan komponen yang menyusun produk akhir. Dengan diketahuinya
kebutuhan produk akhir maka MRP dapat menentkan secara tepat cara penjadwalan
setiap komponen atau material sehingga onkos yang dikeluarkan minimum.
3.
Menentukan
pelaksanaan rencana pemesanan yang berarti MRP mampu memberikan indikasi kapan
pembatalan atas pesanan harus dilakukan. Suatu pemesanan dalam hal ini dapat
dilakukan melalui pembelian atau merupakan proses pembuatan yang dilakukan di
pabrik sendiri.
4.
Menentukan
penjadwalan ulang produksi atau pembatalan atas suatu jadwal produksi yang
sudah direncanakan. Apabila kapasitas produksi yang sudah ada tidak mampu
memenuhi pesanan yang telah dijadwalkan pada waktu yang telah ditentukan, maka
MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana ulangpenjadwalan
produksi. Rencana ulang ini akan dapat dilakukan setelah adanya kesepakatan
penyerahannya. Jika kesepakatan tidak dapat dicapai, maka berarti bahwa
pembatalan atas suatu pemesanan terpaksa dilakukan. Denga demikian MRP mampu
memberikan indikasi tidakan antara permintaan dan kemampuan yang dimiliki.
MRP merupakan yang
dinamik, yang artinya bahwa rencana yang dibuat perlu disesuaikan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi. Kemampuan untuk melakukan penyeseuaian ini
tegantung kepada kemampuan manajemen dan system informasi yang ada.
Terdapat 4
langkah dasar yang harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan
pada setiap item penyusunan MRP, yaitu :
1. Netting
Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih
untuk setiap periode selama horizon perencanaan.
2. Lotting
Lotting adalah proses penentuan besarnya kuantitas pesanan, yang
dimaksudkan untuk memenuhi beberapa periode kebutuhan bersih sekaligus besarnya
ukuran kuantitas pesanan tersebut dapat ditentukan berdasarkan pada jumlah
pemesanan yang tetap atau keseimbangan antara ongkos pengadaan (set up cost)
dengan ongkos simpan (carrying cost).
Dalam menentukan ukuran kwantitas pemesanan pada MRP adalah proses lot sizing. Proses ini merupakan
suatu dasar terpenting dalam menentukan rencana kebutuhan bahan, karena itu
pemakaian dan pemilihan metoda-metoda lotting sangat tepat dan efektif.
Berikut ini adalah beberapa metoda yang terdapat dalam
teknik lotting :
a. Lot for Lot (LFL)
Teknik ini merupakan teknik lot sizing yang paling
sederhana dan mudah dimengerti. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan
minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt)
dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran
kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan
bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya
digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat kontinuitas
permintaannya tinggi [4]
b.
Metode Periodic Order Quantity ( Jumlah pesanan atas dasar periode)
Menggunakan konsep jumlah
pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit,
teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada
metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus
dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun [4]
c.
Metode Wagner Within
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari
model programma dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemasaran
yang optimal untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi
total ongkos pengadaan dan ongkos simpan. Pada dasarnya teknik ini menguji
semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap
periode yang ada pada horison perencanaan, sehingga senantiasa memberikan
jawaban optimal [4]
d.
Economic Order Quantity (EOQ)
Ukuran pemesanan dengan total biaya
persediaan yang minimal dikenal dengan istilah Economic Order Quantity
(EOQ). Model persediaan klasik diasumsikan pada kondisi ideal dimana Q
adalah ukuran pemesanan. Dalam penerimaan pemesanan, tingkat persediaan ialah Q
unit [4]
Dengan model EOQ, Kuantitas pesanan yang
optimum akan terjadi pada sebuah titik dimana biaya setup total sama
dengan biaya total penyimpanan. Langkah yang dilakukan adalah : [4]
a.
Membuat
persamaan untuk biaya setup atau biaya pemesanan
b.
Membuat
sebuah persamaan untuk biaya penyimpanan
c.
Menentukan
biaya setup yang sama dengan biaya penyimpanan
d.
Menyeleseikan
persamaan untuk kuantitas pesanan yan optimum,
Manfaat model EOQ adalah bahwa EOQ merupakan
model yang tangguh. Berarti ia memberikan jawaban yang memuaskan meskipun
terdapat beragam variasi dalam parameternya. Biaya total EOQ berubah sedikit
secara minimal. Kurvanya sangat dangkal. Hal ini berarti bahwa variasi pada
setup, biaya penyimpanan, permintaan, atau bahkan EOQ relatif sedikit dalam
biaya total [4]
e.
Metode Least Unit Cost (Ongkos Unit Terkecil)
Pada teknik LUC
ini ukuran kuantitas pemesanan (lot size) ditentukan dengan cara
coba-coba (trial error), yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran
lot di suatu periode sebaiknya sama dengan kebutuhan bersih (Rt) atau
bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos
pengadaan per unit + ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot
yang akan dipilih [4]
f.
Metode Part Periode Balancing (Penyeimbangan Periode)
Teknik ini menggunakan dasar logika yang sama dengan
teknik Least Total Cost. Perbedaannya terletak pada pengalokasian
pemesanan yang dilakukan dengan melihat kebutuhan bersih periode yang ada di
depan dan di belakang (look ahead/look back) dari periode yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan item persediaan
dalam jumlah yang terlalu besar dan menghindari kuantitas pemesanan yang
terlalu sedikit [4]
g.
Metode Least Total Cost (Ongkos total terkecil)
Pendekatan
menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan apabila untuk setiap lot
dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan
per unit-nya hampir sama dengan ongkos pengadaannya/ unitnya [4]
h.
Metode Fixed Periode Requirement (Kebutuhan dengan periode tetap)
Teknik ini menggunakan konsep interval pemesanan yang
konstan, sedangkan ukuran kwamtitas pemesanannya (lot size) boleh
bervariasi. Ukuran kwantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan
bersih (Rt) dari setiap periode yang tercangkup dalam interval pemesanan yang
telah ditetapkan. Penetapan interval pemesannnya dilakukan secara sembarang
atau intuitif. Teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang
kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka pemesanan dilaksanakan pada peiode
berikutnya
[4]
3. Offsetting
Offsetting adalah suatu proses penentuan saat atau
periode dilakukannya pemesanan sehingga kebutuhan bersih (Rt) dapat dipenuhi.
Dengan perkataan lain Offsetting bertujuan untuk menentukan kapan kuantitas
pesanan yang dihasilkan proses lotting harus dilakukan. Penentuan rencana saat
kebutuhan bersih (Rt) harus tersedia dengan waktu ancang-ancangnya (Lead
Time) [4]
4. Exploding
Langkah ini merupakan kunci keseluruhan MRP. Exploding
merupakan proyeksi pesanan kebutuhan dari tingkat yang lebih tinggi dalam
struktur produk berdasarkan rencana pemesanan. Prosedur ini secara berulang
dilakukan dari level yang paling tinggi ke level yang paling rendah. Proses
perencanaan kebutuhan selesai ketika semua daftar kebutuhan item yang sudah
dipesan telah ada (purchasing) [4]
DAFTAR PUSTAKA
Baroto, Teguh. 2002,
Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Graha Indonesia
Gaspersz, Vincent. 2004. Production Planning and Inventory Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. 1998. Production Planning and Inventory Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Heizer Jay, Render Barry. 2004. Operations Management. Jakarta: Salemba 4
Ginting, Rosnani, 2007. Sistem Produksi. Jakarta :
Graha Ilmu
0 komentar:
Posting Komentar