Perencanaan
Agregrat menurut David D. Bedworth adalah
perencanaan yang dibuat untuk menentukan total
permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang
diperlukan. Menurut T.Hani Handoko perencanaan agregrat adalah proses
perencanaan kuantitas dan pengaturan waktu keluaran selama periode waktu
tertentu melalui penyesuaian variabel-variabel tingkat produksi karyawan,
persediaan, variabel yang dapat dikendalikan lainnya [1].
Perencanaan agregat merupakan perencanaan produksi jangka menengah , horison
perencanaannya biasanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan atau bisa bervariasi
dari 1 sampai 3 tahun dengan tujuan produksi merupakan suatu penyusunan suatu
rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan
menggunakan sumber- sumber yang tersedia dengan biaya yang paling minimum
keseluruhan produk. Perencanaan agregrat ini merupakan langkah awal aktivitas
perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya
yaitu penyusunan jadwal induk produksi [1].
Menurut
Vincent Gaspersz (2004), Pada dasarnya jadwal produksi induk (master
production schedule) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir
(termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan
industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan
kuantitas dan periode waktu. Aktivitas Master
Production Scheduling (MPS) pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana
menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk (master production schedule),
memproses transaksi dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode
waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Penjadwalan
produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi
utama berikut [2].
1.
Menyediakan atau memberikan input
utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas (material
and capacity planning/M&CRP).
2.
Menjadwalkan pesanan-pesanan
produksi dan pembelian (production and purchase ordes) untuk item-item
MPS.
3.
Memberikan landasan untuk penentuan
kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4.
Memberikan basis untuk pembuatan
janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Sebagai suatu aktivitas proses,
penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan lima input utama. Yaitu sebagai
berikut [2].
1.
Data permintaan total merupakan salah
satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk. Data permintaan total
berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan
(orders).
2.
Status inventori berkaitan dengan
informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk
penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan
pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders),
dan firm planned orders.
3.
Rencana produksi memberikan
sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan
tingkat produksi, inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana
produksi tersebut.
4.
Data perencanaan berkaitan dengan
aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage
factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time)
dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (Item
Master File).
5.
Informasi dari Rough Cut Capacity
Planning (RCCP) berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS
menjadi salah satu input bagi MPS. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas untuk
mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan dari MPS, dan memberikan umpan-balik
kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan
perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi
induk dan kapasitas yang tersedia.
Jadwal
induk produksi (JIP) adalah rencana tertulis yang menunjukan apa dan berapa
banyak setiap produk yang akan dibuat dalam setiap periode untuk beberapa
periode yang akan datang. Jadwal induk produksi ini merupakan rwncana induk
yang akan dijadikan pedoman utama dalam rencana pengerjaan, kebijaksanaan
persediaan dan kebijakan finansial, pembuatan jadwal induk produksi relatif
sulit karena order atau permintaan
bersifat tidak pasti [1]. Jadwal
Induk Produksi (JIP) manyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk
akhir, dan merupakan rencana induk yang akan dijadikan pedoman utama dalam
pengerjaan, kebijakan persediaan, kebijakan financial, pembebanan tenaga kerja,
penjadwalan mesin, kebijakan alternatif produksi : regular, lembur, subkontrak,
dan lain-lain. Karena JIP merupakan sumber rencana dan kebijakan bagi
departemen lain dan departemen lantai produksi, maka dalam membuat JIP ini
harus ada koordinasi dengan departemen terkait dan dengan keterbatasan sumber
daya ( kapasitas) perusahaan. Bila Jadwal Induk
Produksi (JIP) tidak disusun secara tepat maka akan mengakibatkan hal-hal
sebagai berikut [3].
1.
Produk tidak sesuai dengan permintaan.
Jumlah produksi terlalu banyak akan beresiko modal tertanam pada
persediaan. Semestinya modal dapat diputar (diinvestasikan) pada kegiatan lain
yang lebih menguntungkan atau ditabung di bank untuk dapat bunga. Resiko
lainnya adalah timbulnya persediaan. Meningkatnya jumlah persediaan akan
meningkatkan biaya untuk penanganan, listrik dan lain-lain, serta resiko barang
menjadi rusak. Jumlah produksi kurang dari permintaan akan mengakibatkan stock out . konsumen bisa kecewa,
perusahaan tidak jadi dapat keuntungan, dan bahkan konsumen bisa lari
kepesaing.
2.
Tidak optimalnya utilisasi kapasitas.
Utilisasi (tingkat penggunaan) kapasitas yang baik adalah jika 80%
kapasitas dapat digunakan secara seragam (tidak naik turun) di setiap periode
produksi. Utilisasi rendah membuat investasi yang sudah ditanam sia-sia, bisa
jadi sumber daya lain menjadi standby,
biaya operasi dan opportunity cost
terjadi terus. Utilisasi melebihi beban normal beresiko sumber daya cepat
rusak.
3.
Keterlambatan waktu penyerahan.
Konsumen atau pelanggan yang kecewa karena keterlambatan penyerahan
produk bisa lari ke produk pesaing.
4.
Beban produksi tidak merata.
Beban kerja tidak merata pada setiap periode akan menimbulkan banyak
permasalahan, salah satunya berhubungan dengan tenaga kerja. Beban kerja yang
naik turun setiap periode mengakibatkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan
naik turun
Terdapat tiga metode yang digunakan
dalam perhitungan jadwal induk produksi, antara lain tenaga kerja tetap, tenaga
kerja berubah, dan transportasi. Berikut adalah penjabarannya [3].
a.
Metode Tenaga Kerja Tetap
Metode tenaga kerja tetap melakukan
variasi tingkat persediaan dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat
produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu
untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan.
Apabila jumlah produksi lebih tinggi dari permintaan, kelebihan produksi itu
disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih kecil daripada permintaan, kekurangan produksi
diambil dari persediaan. Metode tenaga kerja tetap melakukan variasi
tingkat persediaan dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat produksi yang
tetap dan menyimpan kelebihan produksi
pada bulan-bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami
kelebihan permintaan. Apabila jumlah produksi lebih tinggi dari permintaan,
kelebihan produksi itu disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih
kecil daripada permintaan, kekurangan produksi diambil dari persediaan.
Kecepatan produksi konstan. Jika berlebihan produk disimpan untuk persediaan. [3].
b.
Metode Tenaga Kerja Berubah
Metode
tenaga kerja berubah adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah
tenaga kerja mengalami perubahan. Rencana produksi metode tenaga kerja berubah
dibuat sesuai kebutuhan (demand) dengan menambah tenaga kerja jika
kekurangan tenaga kerja atau mengurangi tenaga kerja jika kelebihan tenaga
kerja. Metode tenaga kerja berubah berupa strategi melakukan variasi jumlah
tenaga kerja dengan cara menambah atau mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan kapasitas produksi pada bulan yang bersangkutan.
c.
Metode Transportasi
Metode
transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk
menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Menurut Ayu (1994)
masalah transportasi juga membahas pendistribusian suatu komoditas dari
sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan
tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide
dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi.
Ciri dari masalah transportasi yaitu terdapatnya sejumlah sumber dan sejumlah
tujuan, jumlah komoditas sumber atau tujuan besarnya tertentu dan kapasitasnya
sesuai, serta biaya yang terjadi besarnya tertentu. Ciri dari masalah
transportasi antara lain [4].
1.
Terdapat
sejumlah sumber dan tujuan tertentu.
2.
Kuantitas komoditi/barang yang didisitribusikan dari
setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan besarnya tertentu.
3.
Komoditi yang dikirim/diangkut dari suatu sumber ke suatu
tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber.
4.
Ongkos pengangkutan komoditi dari suatu sumber ke suatu
tujuan besarnya tertentu
DAFTAR PUSTAKA
[1] Baroto,
Teguh. 2002, Perencanaan dan
Pengendalian Produksi. Jakarta :
Graha Indonesia
[2] Gaspersz,
Vincent. 2004. Production Planning and
Inventory Control. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[3]
Heizer
Jay, Render Barry. 2004. Operations
Management. Jakarta: Salemba 4.
[4]
Herjanto,
Eddy. 2004. Management Operation.
Jakarta : Penerbit Grasindo