BAB
I
PENDAHULUAN
Asas di dalam suatu ilmu pada dasarnya
merupakan penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan sebagai
landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih spesifik.
Asas dapat terjadi melalui suatu penggunaan dan pengujian metodologi secara
terus menerus dan matang, sehingga diakui kebenarannya oleh ilmuwan secara
meluas. Tetapi ada pula asas yang hanya diakui oleh segolongan ilmuwan tertentu
saja, karena asas ini hanya merupakan penyamarataan secara empiris saja dan
hanya benar pada situasi dan kondisi yang lebih terbatas, sehingga terkadang
asas ini menjadi bahan pertentangan. Ilmu lingkungan merupakan salah satu ilmu
yang mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari jasad hidup (termasuk
manusia) dengan lingkungannya, antara lain dari aspek sosial, ekonomi,
kesehatan, pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai suatu poros,
tempat berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terkait satu sama
lain untuk mengatasi masalah hubungan antara jasad hidup dengan lingkungannya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
EKOLOGI
DAN ILMU LINGKUNGAN
Ekologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan
lingkungannya. Berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”).
Sangat diperhatikan dengan hubungan energi dan menemukannya kembali kepada
matahari kita yang merupakan sumber energi yang digunakan dalam fotosintesis
Habitat (berasal dari
kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati) adalah tempat suatu spesies
tinggal dan berkembang. Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan paling tidak
lingkungan fisiknya—di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi
dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939),
habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau
populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas.
Dalam ilmu ekologi,
bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka berbagi
habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop. Bioma adalah
sekelompok tumbuhan dan hewan yang tinggal di suatu habitat pada suatu lokasi
geografis tertentu.
Pembagian
Ekologi Menurut Habitatnya:
Ekologi perairan tawar
Ekologi laut
Ekologi darat
Menurut
garis Taxonomi:
Ekologi tumbuhan
Ekologi vertebrata
Ekologi serangga
Ekologi jasad renik
ORGANISASI
KEHIDUPAN:
BIOSFIR
ECOSISTEM
COMMUNITY
POPULATION
ORGANISME
Ekologi
adalah dasar pokok ilmu lingkungan.
Inti permasalahan
lingkungan hidup pada hakekatnya adalah ekologi yakni hubungan makluk hidup,
khususnya manusia dengan lingkunganya.
Komponen- komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi
membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium,
ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air
sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air,
pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.
ILMU
LINGKUNGAN
Ilmu lingkungan adalah
ekologi yang menerapkan berbagai azas dan konsepnya kepada masalah yang lebih
luas,yang menyangkut pula hubungan manusia dengan lingkungannya. Ilmu
Lingkungan adalah ekologi terapan. Ilmu lingkungan ini mengintegrasikan
berbagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik anatara jasad hidup
(termasuk manusia) dengan dengan lingkungannya.
Ilmu lingkungan (environmental science atau envirology) adalah ilmu yang mempelajari
tentang lingkungan hidup. Ilmu Lingkungan adalah suatu studi yang sistematis
mengenai lingkungan hidup dan kedudukan manusia yang pantas di dalamnya.
Perbedaan utama ilmu lingkungan dan ekologi adalah dengan adanya misi untuk
mencari pengetahuan yang arif, tepat (valid),
baru, dan menyeluruh tentang alam sekitar, dan dampak perlakuan manusia
terhadap alam. Misi tersebut adalah untuk menimbulkan kesadaran, penghargaan,
tanggung jawab, dan keberpihakan terhadap manusia dan lingkungan hidup secara
menyeluruh.
Ilmu lingkungan
merupakan perpaduan konsep dan asas berbagai ilmu (terutama ekologi, ilmu
lainnya: biologi, biokimia, hidrologi, oceanografi, meteorologi, ilmu tanah,
geografi, demografi, ekonomi dan sebagainya), yang bertujuan untuk mempelajari
dan memecahkan masalah yang menyangkut hubungan antara mahluk hidup dengan
lingkungannya. Ilmu lingkungan merupakan penjabaran atau terapan dari ekologi.
Ilmu Lingkungan
merupakan salah satu ilmu yang mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari
jasad hidup (termasuk manusia) dengan lingkungannya, antara lain dari aspek sosial,
ekonomi, kesehatan, pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai suatu
poros, tempat berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terkait satu
sama lain untuk mengatasi masalah hubungan antara jasad hidup dengan
lingkungannya.
Asas di dalam suatu
ilmu pada dasarnya merupakan penyamarataan kesimpulan secara umum, yang
kemudian digunakan sebagai landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan
situasi yang lebih spesifik. Asas dapat terjadi melalui suatu penggunaan dan pengujian metodologi secara terus menerus dan
matang, sehingga diakui kebenarannya oleh ilmuwan secara meluas. Tetapi ada
pula asas yang hanya diakui oleh segolongan ilmuwan tertentu saja, karena asas
ini hanya merupakan penyamarataan secara empiris saja dan hanya benar pada
situasi dan kondisi yang lebih terbatas, sehingga terkadang asas ini menjadi
bahan pertentangan. Namun demikian sebaliknya apabila suatu asas sudah diuji
berkali-kali dan hasilnya terus dapat dipertahankan, maka asas ini dapat
berubah statusnya menjadi hukum. Begitu pula apabila asas yang mentah dan masih
berupa dugaan ilmiah seorang peneliti, biasa disebut hipotesis Hipotesis ini
dapat menjadi asas apabila diuji secara terus menerus sehingga memperoleh
kesimpulan adanya kebenaran yang dapat diterapkan secara umum. Untuk
mendapatkan asas baru dengan cara pengujian hipotesis ini disebut cara induksi
dan kebanyakan dipergunakan dalam bidang-bidang biologi, kimia dan fisika. Disini
metode pengumpulan data melalui beberapa percobaaan yang relatif
terbatas untuk membuat kesimpulan yang menyeluruh. Sebaliknya cara lain yaitu
dengan cara deduksi dengan menggunakan kesimpulan umum untuk menerangkan
kejadian yang spesifik. Asas baru juga dapat diperoleh dengan cara simulasi
komputer dan penggunaan model matematika untuk mendapatkan semacam tiruan
keadaan di alam (mimik). Cara lain juga dapat diperoleh dengan metode
perbandingan misalnya dengan membandingkan antara daerah yang satu dengan yang
lainnya. Cara-cara untuk mendapatkan asas tersebut dapat dikombinasikan satu
dengan yang lainnya.
Asas di dalam suatu
ilmu yang sudah berkembang digunakan sebagai landasan yang kokoh dan kuat untuk
mendapatkan hasil, teori dan model seperti pada ilmu lingkungan. Untuk
menyajikan asas dasar ini dilakukan
dengan mengemukakan kerangka teorinya terlebih dahulu, kemudian setelah
dipahami pola dan organisasi pemikirannya baru dikemukakan fakta-fakta yang
mendukung dan didukung, sehingga asas-asas disini sebenarnya merupakan satu
kesatuan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain (sesuai
dengan urutan logikanya).
MAP ASAS-ASAS PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Gambar
2.1 Hubungan logis di antara 14 asas ilmu lingkungan
BAB
III
STUDI
KASUS
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya
aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau
sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita
terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan
jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh
karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya
hidup masyrakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya
hidup sangat berpengaruh pada
volume
sampah. Dari Data menunjukan bahwa kota Bandung setiap harinya menghasilkan
sampah sebanyak 8.418 m3 dan hanya bisa terlayani sekitar 65% dan sisa tidak
dapat diolah.
Tabel
3.1 Produksi Sampah Metropolitan Bandung
1. Jenis Sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2
(dua) yaitu organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik
(sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup,
seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur)
secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng,
dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami. Pada umumnya,
sebagian besar sampah yang dihasilkan di Bandung merupakan sampah basah, yaitu
mencakup 60-75% dari total volume sampah.
2. Mekanisme pengelolaan sampah
Sampah yang dihasilkan kota Bandung
merupakan sampah yang berasal dari beberapa sektor yaitu: (1) pemukiman, (2)
Daerah komersil, (3) Industri, (4) perkantoran dan lainnya (5) Sapuan jalan.
Pengelolaan sampah kota Bandung masih menggunakan pengolahan yang sederhana
yaitu pengumpulan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pemilahan
dilaksanakan tidak pada tingkat rumah tangga akan tetapi pada tempat pembuangan
sementara dan itupun bukan oleh petugas kebersihan akan tetapi dilakukan oleh
pemulung sehingga tidak optimal. Pengolahan lebih lanjut dilakukan pada di
tempat pembuangan akhir dengan pengolahan pembakaran dengan insinerator,
pengkomposan dan daur ulang.
3. Permasalahan pengelolaan sampah di kota
Bandung
Sampai saat ini pemerintah daerah kota
Bandung masih terus berinovasi mencari solusi menangani permasalahan sampah.
Permasalahan ini menjadi krusial karena ada kemungkinan Bandung menjadi “kota
sampah” terulang kembali. Ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan
yang dapat menyebabkan terulang kembalinya Bandung lautan sampah. Permasalahan
yang dapat menyebabkan Bandung kota sampah jilid kedua antara lain:
a. Kesadaran
masyarakat Bandung yang masih rendah sehingga, dengan tingkat kesadaran
tersebut memberikan dampak yang indikatornya adalah produksi sampah kota
Bandung terus meningkat dari 7500M3/hari menjadi 8418M3/hari.
b. Kemampuan
pelayanan PD kebersihan kota Bandung yang terbatas. Kemampuan pelayanan
penangganan sampah sampai saat ini oleh PD kebersihan masih belum optimal, hal
tersebut terbukti lembaga ini hanya dapat melayani pengelolaan sampah hanya
sekitar 65%.
c. Sampah
organik merupakan komposisi terbesar dari sampah kota Bandung. Permasalahan
yang terjadi sampah yang dibuang masyarakat tidak memisahkan antara sampah
organik dan non organik.Hal tersebut menyebabkan pengelolaan sampah menjadi
lebih sulit dan tidak efesien.
d. Lahan
TPA yang terbatas. Luas daerah kota Bandung 16730 ha, hal tersebut menyebabkan
tempat penampung sampah akhir yang berada di kota Bandung sangat terbatas. Hal
tersebut mengakibatkan lokasi penampung harus ekspansi melalui kerja sama
dengan pemerintahan daerah tetangganya. Permasalahan koordinasi merupakan
permasalahan utama, apalagi kalau ada konflik dimasyarakat.
e. Penegakan
hukum (law inforcement) tidak konsisten. Pemerintah kota Bandung dan
DPRD kota Bandung telah mengeluarkan kebijakan yaitu Undang-undang No 11 tahun
2005: perubahan UU No 03 tahun 2005 Tentang penyelenggaraan ketertiban,
kebersihan dan keindahan. Pada undang-undang tersebut diatur mengenai
pengelolaan sampah dan sanksi-sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya. Akan
tetapi undang-undang tersebut tidak dilaksanakan tidak konsisten.
ANALISIS
1. Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah
secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Sampah
yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau
didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang
tercampur seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain
ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.
Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang
tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa
dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi atau mencemari
bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur ulang dan racun dapat menghancurkan
kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah
yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang
untuk mudah didaur-ulang; perlu
dirancang
ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Sampah-sampah organik seharusnya
dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan cacing) atau dijadikan
makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini
menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi,
yang juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah.
Daur-ulang sampah menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah
dibandingkan dengan kegiatan lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang
dapat mensuplai industri.
2. Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
Sampah atau limbah dari alat-alat
pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari sejumlah sampah yang
dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian
tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang
dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik
atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang
paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari
sampah yang umum.
Sampah yang secara potensial menularkan
penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi
non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini
biasanya lebih murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila
dibandingkan dengan insinerator.
Banyak jenis sampah yang secara kimia
berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas
kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa, seperti
merkuri, harus dihilangkan dengan cara merubah pembelian bahan-bahan; bahan
lainnya dapat didaur-ulang; selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan
dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip
ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik
bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika.
Sampah hasil proses industri biasanya
tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi
kebanyakan merupakan sampah yang
berbahaya secara kimia.
4. Produksi Bersih dan Prinsip 4R
Produksi Bersih (Clean Production)
merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan
untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi
polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya
yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip yang juga bisa
diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:
a. Reduce
(Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang
kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak
sampah yang dihasilkan.
b. Reuse
(Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah
barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang
disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian
barang sebelum ia menjadi sampah. 3) Recycle (Mendaur ulang); sebisa
mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua
barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan
industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
c. Replace
( Mengganti); teliti barang yang kita pakai
sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan
barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai
barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita
dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua
bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Gambar
3.2 Pengolahan Sampah Bandung secara Terpadu
0 komentar:
Posting Komentar