BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
kependudukan dan masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang cukup mendapat
perhatian dunia. Masalah kependudukan mendapat perhatian karena dikhawatirkan
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia itu sendiri beserta
lingkungannya. Kelestarian lingkungan hidup yang menyangkut kawasan laut, darat
dan udara dipantau terus karena pada akhir-akhir ini menunjukkan gejala
kemerosotan makin meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk telah menjadi salah satu masalah
kemanusiaaan yang paling fundamental pada masa sekarang ini. Indonesia adalah
salah satu negara yang tidak luput dari masalah kependudukan. Pertambahan
penduduk yang cepat, penyebaran penduduk yang tidak merata dan kualitas
penduduk yang rendah merupakan ciri-ciri masalah kependudukan di Indonesia.Indonesia
yang merupakan negara terbesar dengan jumlah penduduk kurang lebih 210 juta
jiwa tidak terlepas dari tekanan akan kebutuhan sandang, pangan dan perumahan.
Jumlah
penduduk Indonesia menempati urutan pertama negara di kawasan Asia Tenggara,
dan berada pada urutan ke-3 di antara Negara-negara yang sedang berkembang
(215,27 juta jiwa), setelah Cina (1,306 milyar jiwa) dan India (1,068 milyar
jiwa). Berdasarkan data tahun 1999 penduduk Indonesia berusia muda 30 tahun
63,6% yang masuk pasar kerja bertambah meningkat dengan jumlah pencari kerja
sebesar kurang lebih 2,2 juta dari jumlah angkatan kerja 80 juta sedangkan
tingkat pengangguran 2,79%. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia
memiliki masalah-masalah kependudukan yang cukup serius dan harus segera
diatasi agar tidak terjadi ledakan penduduk. Masalah kependudukan di Indonesia
adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang tidak merata. Pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi telah membatasi kesempatan untuk menyempurnakan
standar hidup dan kualitas kehidupan manusia. Semakin bertambahnya jumlah
penduduk, semakin terkurasnya sumber daya alam yang akan mengakibatkan terjadinya
eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara semana-mena, bahkan dapat
menimbulkan konflik sesama manusia.
Dampak
pertumbuhan penduduk dengan kepadatan yang lebih besar juga akan menyebabkan
timbulnya kemiskinan. Kemiskinan terjadi akibat adanya keseimbangan dengan perolehan
atau penggunaan sumber daya alam, selain itu penyebaran penduduk yang tidak
merata akan mengakibatkan pemanfaatan sumber daya manusia yang kurang efektif.
Di Indonesia banyak pengangguran karena terbatasnya lapangan kerja, kualitas
penduduk yang rendah, yang ditandai dengan tingkat pendidikan, tingkat
kesehatan, dan pendapatan perkapita, akan merupakan hambatan pula upaya
memperhambat laju pembangunan. Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Beberapa langkah telah dilakukan untuk
mengatasi masalah kependudukan tersebut, diantaranya program keluarga berencana
yang telah dimulai sejak tahun 1970 dan pendidikan kependudukan yang dimulai
sejak tahun 1976.
BAB
II
STUDI
PUSTAKA
2.1 Landasan Kependudukan
Penduduk
adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat. Adapun yang
dimaksud penduduk Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia.
Berdasarkan publikasi dari Badan Pusat
Statistik (BPS), hasil sensus pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dilihat dari jumlah penduduk yang demikian
banyaknya, Indonesia menduduki urutan
keempat sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Penduduk merupakan modal dasar dalam
pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa menjadi beban oleh negara untuk
memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar mempunyai dampak
terhadap proses dan hasil usaha pembangunan. Jumlah penduduk yang besar
tersebut apabila mampu berperan sebagai tenaga kerja yang berkualitas akan
merupakan modal pembangunan yang besar dan akan sangat menguntungkan bagi
usaha-usaha pembangunan di segala bidang.
2.2 Perkembangan Penduduk Indonesia
Indonesia merupakan
salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar
biasa. Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk tinggi, yakni sekitar
1,98% per tahun. Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam
besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut
data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta
jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,49 % per tahun. Angka pertumbuhan
ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun
1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka
pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama
dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura. Lonjakan penduduk yang sangat
tinggi atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga
dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu
keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Dengan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia sebesar 1,98% per tahun, penduduk Indonesia pada 45 – 50
tahun mendatang diperkirakan akan berlipat ganda yakni menjadi 480 juta jiwa. Pertumbuhan
penduduk yang meningkat drastis, tentunya menyisakan penduduk miskin. Penduduk
miskin mempunyai keterbatasan mengakses kebutuhan dasar yang tentunya
berpengaruh pada tubuh yang lemah dan kesehatan secara keseluruhan, sehingga
mereka tidak dapat mencari nafkah dengan baik, tentunya hal ini membawa
konsekuensi pada kemiskinan yang lebih dalam dan panjang dari generasi ke
generasi, biasa disebut lingkaran setan kemiskinan, atau kemiskinan struktural.
Sebagaimana
diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh unsur-unsur
berikut, yaitu:
1. Fertilitas
Fertilitas
atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping
migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar, jumlah bayi
yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya tiap-tiap tahun
jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi
2. Mortalitas
Mortalitas
atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain fertilitas
dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk, factor
social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan,
serta kemiskinan merupakan factor individu dan keluarga mempengaruhi mortalitas
dalam masyarakat.
3. Migrasi
Migrasi
merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan
tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai
perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya
(orangnya disebut imigran).
Pertumbuhan
penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya
kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek
perkembangan penduduk mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan
penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Banyak
ide dan teori yang sudah dipaparkan cendekiawan-cendekiawan terdahulu mengenai
hubungan antara pertumbuhan penduduk dan kemiskinan. Salah satunya adalah
Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka
suatu saat nanti sumber daya alam akan habis sehingga muncul wabah penyakit,
kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia.
Philip
Hauser menganggap kemiskinan tercipta dari tidak optimalnya tenaga kerja dalam
bekerja dikarenakan adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan yang
ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk yang masuk ke pasar
kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan
secepat-cepatnya walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya
akibat ketatnya persaingan dalam mencari kerja. Kedua pemaparan ahli tersebut
bermuara ke satu arah yakni jumlah penduduk yang besar sebagai penyebab
timbulnya kemiskinan, Tinggi rendahnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh proses
demografi yakni; kelahiran, kematian, dan migrasi. Tingkat kelahiran yang
tinggi tentu akan meningkatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Namun demikian,
tingkat kelahiran yang tinggi di Indonesia kebanyakan berasal dari kategori
penduduk golongan miskin. Sampai-sampai ada idiom yang menyebutkan bahwa
''tidak ada yang bertambah dari keluarga miskin kecuali anak''.
Selain
meningkatkan beban tanggungan keluarga, anak yang tinggal di keluarga miskin
sangat terancam kondisi kesehatannya akibat buruknya kondisi lingkungan tempat
tinggal dan ketidakmampuan keluarga untuk mengakses sarana kesehatan jika anak
mengalami sakit. Hal yang sama juga dialami ibu hamil dari keluarga miskin.
Buruknya gizi yang diperoleh semasa kehamilan memperbesar resiko bayi yang
dilahirkan tidak lahir normal maupun ancaman kematian ibu saat persalinan. Maka
dari itu infant mortality rate (tingkat kematian bayi) dan maternal mortality
rate (tingkat kematian ibu) di golongan keluarga miskin cukup besar. Tingkat
kematian merupakan indikator baik atau buruknya layanan kesehatan di suatu
negara. Tingkat kematian penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia,
masih didominasi golongan penduduk miskin.
Masalah
migrasi juga memicu pertambahan penduduk secara regional. Kepadatan penduduk
Indonesia antara pulau yang satu dan pulau yang lain tidak seimbang. Selain
itu, kepadatan penduduk antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain
juga tidak seimbang. Hal ini disebabkan karena persebaran penduduk tidak
merata. Salah satu contohnya adalah
kasus Pulau Jawa. Pulau Jawa luasnya hanya 7 persen dari total luas wilayah
nasional namun penduduk yang berdiam di Jawa adalah 60 persen dari total jumlah
penduduk Indonesia. Kesenjangan antar pulau ini menyebabkan munculnya
kemiskinan baik di pulau-pulau luar yang tidak berkembang maupun di Pulau Jawa
sebagai akibat ketidakmampuan mayoritas penduduk mendatang maupun lokal yang
kalah bersaing dalam mendapatkan penghidupan yang layak.
Pertumbuhan
penduduk yang signifikan akan berdampak pada perubahan sosial kehidupan
masyarakat Indonesia. Akibat ledakan penduduk menimbulkan berbagai masalah
antara lain sebagai berikut.
a. Jumlah penduduk sangat banyak, yaitu nomor empat
di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
b. Pertumbuhan penduduk yang cepat
menyebabkan tingginya angka pengangguran.
c. Persebaran penduduk tidak merata. Penduduk
Indonesia tahun 2004 sejumlah 206.246.595 jiwa, 64% di antaranya tinggal di
Pulau Jawa.
d. Komposisi penduduk kurang menguntungkan karena
banyaknya penduduk usia muda yang belum produktif sehingga beban ketergantungan
tinggi.
e. Arus urbanisasi tinggi, sebab kota
lebih banyak menyediakan lapangan kerja.
f. Menurunnya kualitas dan tingkat
kesejahteraan penduduk. Demikian pula permasalahan lingkungan hidup sangat
luas, misalnya merosotnya kuantitas dan kualitas sumber alam, tercemarnya lingkungan
fisik, dan timbulnya dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan sosial.
Menurut
Kuswanto dan Bintarto beberapa usaha untuk mengatasi permasalahan akibat
ledakan penduduk antara lain sebagai berikut.
a. Perencanaan, pengaturan, dan pembatasan kelahiran
(dengan KB) untuk menekan jumlah penduduk.
b. Menyelenggarakan pendidikan kependudukan dan
lingkungan hidup yang baik melalui sekolah, kursus-kursus, dan perkumpulan
lainnya untuk menampung tenaga kerja.
c. Meratakan persebaran penduduk dengan mengadakan
transmigrasi dan melaksanakan pembangunan desa untuk membendung arus urbanisasi
dan terkonsentrasinya penduduk di suatu daerah.
d. Memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, dan perumahan.
e. Perluasan industrialisasi, baik
ringan maupun berat.
f. Perencanaan penggunaan tanah
untuk pertanian, pembangunan, dan permukiman dengan tetap memperhatikan
kelestariannya supaya tidak merugikan kehidupan manusia di sekitarnya.
h. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bersahabat dengan lingkungan untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia.
2.3 Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Pemukiman
Tingkat
pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali telah mengakibatkan munculnya
kawasan-kawasan permukiman kumuh dan liar. Untuk mencapai upaya penanganan yang
berkelanjutan tersebut, diperlukan penajaman tentang kriteria permukiman kumuh
dan squatter dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta
lingkungannya. Rumah atau pemukiman pada hakekatnya merupakan kebutuhan dasar
manusia selain sandang dan pangan, juga pendidikan dan kesehatan. Oleh karena
itu maka dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana
permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara
kuantitatif, semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian
sasaran secara kualitatif, karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat
manusia selaku pemakai. Artinya bahwa pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan
permukiman yang layak, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
Penataan
ruang pemukiman tidak lagi semata menjembatani kepentingan ekonomi dan sosial.
Lebih jauh dari kedua hal itu (ekonomi dan sosial), penataan ruang telah
berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar berpihak untuk kepentingan
lingkungan hidup, sebagai konsekuensi keikut-sertaan Indonesia pada upaya
menekan pemanasan global. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
telah ditegaskan mengenai tujuan penyelenggaraan penataan ruang yaitu
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi
ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Penataan
ruang yang berpihak pada lingkungan hidup perlu ditegakkan bersama karena
sebelumnya, logika penataan ruang yang hanya mengikuti selera pasar, dalam
kenyataan telah mengancam keberlanjutan. Hal ini dapat dicermati dari
keberadaan lahan-lahan produktif dan kawasan buffer zone berada dalam ancaman
akibat konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan
yang mempunyai land rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk permukiman,
industri, perdagangan serta pusat-pusat perbelanjaan. Diperkirakan sekitar 15
ribu – 20 ribu ha per tahun lahan pertanian beririgasi beralih fungsi menjadi
lahan non pertanian, serta tidak sedikit kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS)
terdegradasi. Berdasarkan data (Bappenas, 2002) terdapat sekitar 62 Daerah
Aliran Sungai (dari 470 Daerah Aliran Sungai) akibat dari penebangan hutan yang
tidak terkendali dari hulu sungai. Tekanan lingkungan lainnya adalah menyangkut
laju urbanisasi yang akan tumbuh sekitar 4,4 persen per tahun. Oleh karena itu
diperkirakan, pada tahun 2025 nanti terdapat sekitar 60 persen penduduk
Indonesia (167 juta orang) berada di perkotaan. Bila penataan ruang tidak
mengikuti logika pembangunan keberlanjutan, maka dapat dipastikan bahwa
kota-kota besar yang telah berkembang saat ini akan selalu berada tekanan
social yang sangat tinggi. Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan
penduduk yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk,
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh.
Menurut
Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai
akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya limbah rumah tangga
sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk
berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi
limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan
kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.
2. Pertumbuhan penduduk yang terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan
sistem transport modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut
limbah industri dan limbah transport. Di daerah industri juga terdapat
kepadatan penduduk yang tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat
produksi limbah domsetik, limbah industri dan limbah transport.
3. Akibat pertambahan penduduk juga
mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat
dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan
pupuk pestisida, yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat
pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan
pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat.
Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan.
Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang
berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat,
berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya
proses pemulihan lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25
tahun, tetapi dengan semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka
bisa berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum
pulih kesuburannya.
4. Makin besar jumlah penduduk, makin
besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya
kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya
teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu
bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya
kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber
daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar pencemaran sumber daya, laju
penyusunan makin besar dan pada umumnya makin besar pula pencemaran.
Tingkat
laju pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bukan mustahil akan
menyalip Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 227 juta
jiwa, sedangkan penduduk AS berjumlah 315 juta jiwa. Dari hasil survei,
pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun bertambah 3,2 juta jiwa. Secara
kuantitas jumlah ini sama dengan jumlah seluruh penduduk Singapura. Kepala
BKKBN Sugiri Syarief menunjukkan bahwa program KB ternyata mengalami stagnasi
dengan angka rata-rata seorang wanita mempunyai anak selama masa subur secara
nasional pada 2007 tetap berada di angka 2,6 dibanding 2003. Jumlah penduduk
Indonesia saat ini menduduki nomor empat terbanyak di dunia setelah China
dengan 1,3 miliar jiwa, India dengan 1,2 miliar, dan AS nomor ketiga dengan 315
juta. (Republika, 2 Juni 2009)
Ujung
dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala
dampka ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang
ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi
bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat
persoalan terkait dengan manusia dan lingkungan hidup.
2.4 Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan
Suatu wilayah
dengan pertambahan penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah
pendidikan, pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya.
Dengan jumlah penduduk yang besar maka fasilitas-fasilitas sosial, pendidikan
dan pekerjaan juga ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak
terpenuhi fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat
pendidikan wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan
pengangguran sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika
masalah ini terus diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari. Tingkat
pendidikan yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini
memicu terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak
di bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat
tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat.
Generasi
muda dan anak-anak yang cerdas adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa
kanak-kanak mereka diisi dengan hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan
bangsa akan semakin jauh. Penduduk merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas
penduduk yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang
dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas
pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama. Di
negara-negara yang anggaran pendidikannya rendah, biasanya menunjukkan angka
kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi
komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga
berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah
akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga untuk
melaksanakan pembangunan dalam segala bidang belum dapat berjalan dengan cepat,
karena kekurangan modal maupun tenaga tenaga ahli/ terdidik, Akibatnya
fasilitas secara kualitatif dalam bidang pendidikan masih terbatas. Pertambahan
penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas
pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan
fasilitas pendidikan menghambat program persamaan atau perimbangan antara
pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh
karena itu, masyarakat dalam mencapai pendidikan yang tinggi masih sedikit
sekali. Hal ini disebabkan karena :
1. Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah
rendah.
2. Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang
dengan penyediaan sarana pendidikan.
3. Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah
sehingga belum dapat memenuhi Kebutuhan hidup primer, dan untuk biaya sekolah.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya
tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1.
Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga
ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah
penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli
yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2. Rendahnya tingkat pendidikan
mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru. Hal ini nampak
dengan ketidak mampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara benar,
sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan masyarakat
memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini apabila terus dibiarkan akan
menghambat jalannya pembangunan.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan
pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar
belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan
kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat,
menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di
samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam
membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini. Helen Callaway,
seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masyarakat buta huruf,
menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah
memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana – mana pria
diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan – latihan teknis. Mereka
adalah orang – orang yang mampu menghadapi tantangan – tantangan dalam dunia.
Sebaliknya pengetahuan dunia di tekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pengaruh
daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga.
Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya
yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga
dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat
perkembangan berfikir anak – anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan
dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak – anak yang
banyak, lebih mempersulit masalah ini padahal tingkat pendidikan sangat
siperlukan sebagai alat menyampaikan informasi kepada manusia tentang perlunya
perubahan dan untuk merangsang penerimaan gagasan – gagasan baru.
2.5 Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Kemampuan
manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung
sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu
membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah
lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Perilaku masyarakat ini
menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan
prilakunya tadi. Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan
sumber daya social ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan
sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan
bebas dari penyakit”.Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok
Kesehatan. Dalam Bab 1,Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi
kesehatan badan (somatik),rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang
bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang
sangat luas pada kata kesehatan.
Keadaan
kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat
perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti:
Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah,pembuangan air
limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan,
ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai,penggundulan hutan dan banyak
lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Jumlah penduduk
yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani masalah.pemukiman
sangat penting diperhatikan. Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan
sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga
harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan,
drainase, pengadaan air bersih, pentagonal sampah domestik uang dapat
menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.
Indonesia
saat ini mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan struktur ekonomi
menuju ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi yang meningkatkan
jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator kesehatan seperti penurunan angka
kematian ibu, meningkatnya angka harapan hidup ( 63 tahun ) dan status gizi.
Jumlah penduduk terus bertambah, cara bercocok tanam tradisional tidak lagi
dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Pertumbuhan Penduduk yang tidak
merata tersebut sangat berpengaruh dengan lingkungan, penduduk yang tinggal
dipemukiman yang sembarangan akan mengakibatkan lingkungan yang tidak bersih.
Lingkungan yang tidak dijaga akan mengakibatkan penyakit yang dapat mengacam
kesehatan manusia, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan adalah
Malaria, Muntaber, Penyakit Kulit, Tifus, dll. Seperti banjir, polusi air, dan
polusi udara adalah faktor yang mengakibatkan terjadinya penyakit, jika lama
kelamaan manusia tidak memperhatikan lingkunganya maka sangat besar peluang
penyakit menyebar, dalam hal ini kesadaran manusia sangat dibutuhkan, kita
diharapkan perlu adanya sosialisasi kepada penduduk tentang pemukiman yang
sehat dan adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat luas dari pemerintah dan pemerintah
haruslah meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dan yang paling
penting diperhatikan pemeintah adalah pelayanan kesehatan masyarakat yaitu
dengan menciptakan klinik disetiap pemukiman penduduk.
2.6 Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
Kekurangan
gizi dan angka kematian anak meningkat di sejumlah kawasan yang paling buruk di
Asia dan Pasifik kendati ada usaha internasional untuk menurunkan keadaan itu,
kata sebuah laporan badan kesehatan PBB hari Senin. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menegaskan bahwa sasaran kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan
Tujuan Pembangunan Milenium PBB tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015
berdasarkan kecnderungan sekarang. “Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa kendati
ada beberapa kemajuan, di banyak negara, khususnya yang paling miskin, tetap
ketinggalan dalam kesehatan,” kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam laporan itu. Kendati
tujuan pertama mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk sementara
negara-negara miskin berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang kronis,
kata data laporan itu.
Antara
tahun 1990 dan 2002– data yang paling akhir– jumlah orang yang kekurangan
makanan meningkat 34 juta di indonesia dan 15 juta di Surabaya dan 47 juta
orang di Asia timur, kata laporan tersebut. Proporsi anak berusia lima tahun ke
bawah yang berat badannya terlalu ringan di Surabaya, tenggara dan timur
meningkat enam sampai sembilan persen antara tahun 1990 dan 2003, sementara
hampir tidak berubah (32 persen). Lebih dari separuh anak-anak di Asia selatan
kekurangan gizi, sementara rata-rata di negara-negara berkembang tahun 2003
tetap sepertiga. Tidak ada satupun negara-negara miskin dapat memenuhi
tantangan mengurangi tingkat kematian anak. “Untuk sebagian besar negara
kemajuan dalam mengurangi kematian anak juga akan berjalan lambat karena
usaha-usaha mengurangi kekurangan gizi dan mengatasi diare, radang paru-paru,
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan malaria tidak memadai,” kata
laporan itu.
Tingkat
kematian ibu diperkirakan akan menurun hanya di negara-negara yang telah
memiliki tingkat kematian paling rendah sementara sejumlah negara yang
mengalami angka terburuk bahkan sebaliknya. Tingginya laju pertumbuhan penduduk
dan angka kelahiran di Indonesia, diperparah dengan pola penyebaran penduduk
yang tidak merata. “Jika semua itu, tidak segera dikendalikan, maka hal itu
akan jadi beban buat kita semua. Karena itu, baik pria maupun wanita harus
memaksimalkan program KB. Untuk mengurangi jumlah penduduk lapar tersebut, maka
menurut Diouf diperlukan peningkatan produksi dua kali lipat dari sekarang pada
tahun 2050. Peningkatan produksi ini khususnya perlu terjadi di negara
berkembang, di mana terdapat mayoritas penduduk miskin dan lapar. Jumlah
penduduk dunia yang mengalami kelaparan meningkat sekitar 50 juta jiwa selama
tahun 2007 akibat dari kenaikan harga pangan dan krisis energi.
2.7 Kemiskinan dan Keterbelakangan
Salah
satu wabah penyakit yang melanda negara-negara yang sedang berkembang ialah
kemiskinan beserta saudara kembarnya, yaitu keterbelakangan. Kemiskinan dan
keterbelakangan adalah suatu penyakit, karena dalam kenyataannya dua hal itu
melemahkan fisik dan mental manusia yang tentunya juga berdampak negative
terhadap lingkungan. Kemiskinan dan keterbelakangan begitu erat kaitannya satu
sama lain sehingga dapat dianggap sebagai satu pengertian, maka digunakan satu
istilah saja, yaitu kemiskinan di mana sudah terkait pengertian
keterbelakangan. Dampak kemiskinan terhadap orang-orang miskin sendiri dan
terhadap lingingannya, baik lingkungan social maupun lingkungan alam, dengan
sendirinya sudah jelas negative.
Kemiskinan
membuat orang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi minimal bagi dirinya sendiri
maupun bagi keluarganya. Dampak kemiskinan terhadap lingkungan social
tampakmengalirnya penduduk ke kota-kota tanpa bekal pengetahuan apalagi bekal
materi. Akibatnya antara lain ialah banyaknya tukang becak, pemungut punting,
gelandangan, pengemis, dan sebagainnya yang menghuni kampung-kampung liar dan
jorok di gubuk-gubuk reot yang tidak pantas didiami manusia. Sebab-sebab
kemiskinan yang pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si miskin itu
sendiri, minimnya ketrampilan yang dimilikinya, ketidakmampuannya untuk memanfaatkan
kesempatan-kesempatan yang disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang
relatif berlebihan.
Kemiskinan
dan keterbelakangan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanya mencakup:
1. Gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipsdfgeggahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya
penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat
berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kartasasmita
(1997: 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan
yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi
ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan
terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari
masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi(Kartasasmita, 1997:
234). Hal tersebut senada dengan yang dikatakan Friedmann yang mengatakan bahwa
kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan kesempatan untuk mengakumulasi
basis kekuatan sosial (Friedmann , 1992: 123). Namun menurut Brendley (dalam Ala,
1981: 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan
pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.
Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya
dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang
pokok(Salim dalam Ala, 1981: 1). Sedangkan Lavitan mendefinisikan kemiskinan
sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu standar hidup yang layak.
CONTOH
KASUS DAN ANALISIS
Bencana
akibat kecerobohan dan sekedar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek
sebetulnya telah terjadi sejak lama dan bahkan sejak awal peradaban manusia.
Sebagai contoh: punahnya manusia purba di Mesopotamia diyakini oleh para ahli
karena lingkungan hidup yang rusak , penyakit minamata dan itai-itai di Jepang
tahun 1950-an akibat pencemaran air di teluk Minamata karena limbah industri/
pertambangan yang mengandung air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), meluasnya
penyakit malaria seiring meluasnya penggunaan pestisida. Pada awalnya kesadaran
untuk menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup hanya terbatas pada negara-negara
industri yang di satu sisi menghasilkan keuntungan ekonomi tetapi di sisi lain
ternyata industri juga menghasilkan limbah yang sangat merugikan bagi kesehatan
dan keselamatan manusia. Limbah yang merugikan bagi kehidupan manusia tidak
hanya berasal dari industri tetapi juga dari rumah tangga. Semakin tinggi
tingkat kepadatan penduduk potensi pencemaran akibat limbah rumah tangga
semakin tinggi. Hal ini dipicu oleh pengerukan sumber daya alam oleh berbagai
oknum yang berujung pada peningkatan kesejahteraan hidup segelintir orang.
Manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa
tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam
sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian
harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan
di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas
dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut
ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang
baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang
erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya.
Keberadaan
sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas
manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada
pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan
lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh
aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara,
pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak
terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu
sendiri.
Pembangunan
yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat
terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam
yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan
merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan
kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari
pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara
umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup di epoch otonomi daerah.
Bagi
Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari
sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan
penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa
mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah
disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam
mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan
atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya
ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan
mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada
kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya
ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan
hidup.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan
adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen
lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan
kuantitasnya dari waktu ke waktu. Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional
yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi
adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi
merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk
pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung
meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan
penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan
perkotaan. Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah
tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat,
pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya
kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan
kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan
semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk
melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan
penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang
berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya
yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang
terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui
internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan
nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses
pembelajaran sosial serta pendidikan grave pada semua tingkatan.
Pembangunan
berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini
tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan
berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak
melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian
pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Kasus ini mengandung dua unsur:
Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya
kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu
mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
Yang kedua adalah keterbatasan.
Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa
depan.
ANALISIS
Pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya
dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya
alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan
kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Sehingga perlu segera didorong
terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan
etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan
konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari
termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan grave pada semua
tingkatan.
main mapnya