Kamis, 11 November 2010

tugas ilmu sosial dasar isd"penyebab masyarakat desa inggal di lereng gunung merapi tidak mau mengungsi terus solusinya/ langkah yang harus mengantisipas


 Pemprov Jawa Tengah tak akan memutuskan kebijakan relokasi untuk warga desa yang selama ini tinggal di kawasan rawan bencana lereng Gunung Merapi. Sebab jumlah warga yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana III lereng Gunung Merapi mencapai 30 hingga 40 ribu jiwa.


Gunung Merapi, memang diperkirakan akan meletus dan menumpahkan lahar panasnya dalam hitungan hari. Hiruk pikuk warga dan pemerintah terlihat dengan semakin meningkatnya status dan aktivitas gunung merapi paling aktif di Indonesia ini. Riuh rendah dan hingar bingar di 'bawah' ternyata tak membuat Mbah Marijan ikut sibuk. Ia tetap tenang seolah Merapi tak tengah mengancamnya.Gunung Merapi akhirnya meletus. Sedikitnya 20 tewas dan puluhan korban mengalami luka bakar. Korban diperkirakan terus bertambah. Dengan adanya tiga jenazah di RS Panti Nugroho, maka jumlah korban tewas akibat letusan Gunung Merapi berjumlah empat orang. Satu korban tewas lainnya adalah bayi


Sementara itu korban luka bakar terus berdatangan ke RS Panti Nugroho. Di antara mereka yang datang sudah dalam keadan luka bakar parah. Dari informasi yang dihimpun, korban luka bakar di atas 40 persen akan dirujuk ke RS Sardjito. Sedikitnya 14 korban mengalami luka bakar akibat terkena semburan awan panas Gunung Merapi yang terjadi pada pukul 17.02 dan 17.23 petang yang disusul dengan letusan sebanyak tiga kali yang terjadi pada pukul 18.00.Ribuan warga sekitar Gunung  Merapi juga mengungsi ke lokasi yang aman.


Akibat semburan awan panas dan letusan gunung Merapi itu, listrik di Dusun Kinahrejo, padam. Sehingga menyulitkan Tim SAR untuk mencari korban. Untuk itu, diperkirakan jumlah korban masih akan terus bertambah.


Apa peneyebab wara ga yang tinggal di lereng gunung merapi yang aktif tidak mau mengungsi ketempat yang aman?


 PENYEBAB WARGA YANG TINGGAL DI LERENG GUNUNG MERAPI TIDAK MAU MENGUNGSI :





  • Relokasi warga di Gunung Merapi masih sangat jauh. Jika relokasi dipaksakan maka sama saja mencabut kehidupan warga yang sudah mapan dan kebijakan ini belum tentu dapat diterima warga lereng Merapi. Sebab warga bisa menganggap itu justru malah menyusahkan dan jelas menghilangkan kearifan lokal warga lereng Merapi.
  • alasan keamanan tidak semua warga mengungsi. Para pemuda diminta untuk tetap bertahan di kampung guna menghindari kemungkinan orang jahat yang memanfaatkan keadaan.
  • Para warga lebih percaya kepada tokoh SPRITUAL dari pada aparatu pemerintah sehingga,Tidak semua warga menuruti perintah mengungsi tersebut. Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, misalnya, tidak juga turun meski Merapi telah mengeluarkan awan panas. Tokoh spiritual yang dikenal jadi bintang iklan tersebut tetap memilih tinggal di Desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Sampai pukul 21.00 Selasa malam, Mbah Maridjan belum tampak ikut mengungsi di lokasi pengungsian. Pada tahun 2006 silam, Mbah Maridjan pernah memicu ketegangan komunikasi karena enggan memenuhi perintah mengungsi dari aparatur setempat ketika Gunung Merepi begejolak dan dinyatakan dalam status Awas Merapi. Ketika itu, tokoh panutan warga lereng Merepi tersebut nekat memilih tinggal di kediamannya bersama warga sekitar karena berdasar prediksinya Gunung Merapi tak akan meletus. Kala itu, prediksi Mbah Mardjan memang tepat; bahaya awan panas tak akanmengamuk desanya. AKIBATNYA menit pasca erupsi Merapi sudah ditemukan korban tewas yang berasal dari desa tempat tinggal Mbah Maridjan. Tim Evakuasi yang dikirim ke rumah Mbah Maridjan sekitar pukul 22.00 WIB Selasa malam juga berhasil menemukan belasan jenazah tergeletak di sekitar rumah Mbah Maridjan dan empat jenazah lainnya berada di dalam rumah Mbah Mardjan. Setelah diidentifikasi, salah satu jenazah yang ditemukan di rumah Mbah Maridjan itu adalah seorang wartawan media online VIVAnews.com, Yuniawan Wahyu Nogroho.
  • faktor yang membuat warga Merapi berani nekat tinggal di kawasan lereng Merapi, yakni; faktor ekonomi dan faktor kultural.
  • Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta telah menaikan status Merapi dari Siaga menjadi Awas.   Sesuai dengan penetapan status itu, BPPTK merekomendasikan agar warga yang tinggal di radius 10 kilometer dari puncak Merapi untuk mengungsi. Namun rekomendasi itu sama sekali tidak mendapat tanggapan dari warga. Alasannya,  mereka enggan mengungsi karena belum menyelesaikan pekerjaan masing-masing.  Misalanya saja  mencari pasir, pergi ke ladang, hingga mengerjakan pekerjaan rumah. "Kalau belum lihat sendiri wedhus gembelnya, biasanya belum mau lari


Bagaimana Solusinya untuk mengentisipasi warga yang tinggal di lereng gunung merapi jika sewaktu-waktu akan meletus ? 


SOLUSI ANTISIPASI LETUSAN GUNUNG MERAPI UNTUK WARGA YANG TINGGAL DI LERENG GUNUNG :


  • Hal yang paling mungkin dilakukan adalah menyediakan tempat pengungsian permanen berikut sarana dan prasarana pendukung yang memadai. Sebab biasanya Gunung Merapi mengalami letusan dengan siklus lima tahunan.Yang terpenting kesiapan pada saat hadapi letusan Gunung Merapi ialah dengan membangun penampungan yang permanen. Dengan begitu penanganan kepada pengungsi bisa lebih baik.Namun, jelasnya, saat ini Provinsi Jawa Tengah masih mempertanyakan mengapa kapasitasnya hanya cukup untuk menampung 3 ribu orang. "Kalau bisa kapasitasnya ditambah lebih besar," tegas mantan Bupati Kebumen ini. Sebab, warga yang mengungsi akibat letusan Gunung Merapi mencapai puluhan ribu jiwa.Agar pendirian tempat penampungan bisa ringan maka nantinya akan ada sharing pembiayaan dengan pemerintah daerah. Dalam waktu dekat akan digelar rapat di Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Kedu antara pimpinan daerah dan sekretaris daerah di wilayah Kedu.
  • Selain itu, pemerintah juga akan membuat penujuk-penunjuk arah yang baku dan permanen. "Jika seluruhnya sudah permanen maka seluruhnya akan terdata dengan baik jika sewaktu-waktu ada letusan Gunung Merapi," tandasnya. wilayah yang berada di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III, yakni merupakan wilayah yang paling dekat dengan sumber bahaya dan berpotensi terlanda awan panas, aliran lava pijar (guguran/lontaran material pijar, dan gas beracun) yang bersumber dari Gunung Merapi.
  • Dalam acara halal bihalal lalu, Kepala Desa Purwobinangun Suharno ternyata juga ikut hadir dan sudah memberikan peringatan kepada warga Turgo agar waspada terkait adanya peningkatan aktivitas vulkanik belakangan ini. Ketika status Gunung Merapi dinyatakan naik secara beruntun dari “Waspada Merapi”, “Siaga Merapi” hingga akhirnya “Awas Merapi”, aparatur pemerintah – baik di Jawa Tengah maupun Yogyakarta - sudah memberikan peringatan agar semua warga di kawasan rawan bencana segera mengungsi ke tempat aman yang telah disiapkan. Peringatan itu juga disampaikan aparatur Pemerintah Kabupaten Sleman kepada warga lereng Merapi di wilayah Yogyakarta
  •  menyiapkan skenario evakuasi warga jika Gunung Merapi tiba-tiba meletus. Langkah pertama, saat status keaktifan gunung berubah menjadi waspada adalah melakukan pembaruan pendataan tentang kondisi masyarakat dan lingkungan di kawasan rawan bencana (KRB). Fokus pendataan oleh Pemkab Klaten ini adalah para pendudukrentan, yaitu anak-anak, wanita hamil, sakit, usia senja, dan warga dengan kebutuhan khusus (diffa-ble).Langkah pendataan ini seharusnya sudah mulai dilakukan oleh pemerintah. Data kependudukan untuk pengungsi yang terakhir disusun pada 2006 itu sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang," kata Kordinator Tim Siaga Merapi, Sukiman, di Pen-dapa Pemkab Klaten.Seandainya kelak status gunung meningkat menjadi siaga, masyarakat harus siap jika sewaktu-waktu ada perintah pengungsian. Standar operasinya, masyarakat sudah membereskan barang-barang berharga dan harta benda yang mudah dibawa. Selain itu, jalur evakuasi harus bersih sehingga perjalanan pengungsian tidak mendapat hambatan. "Saat Merapi berstatus awas, maka tidak ada lagi penduduk yang berada di lereng Merapi. Khususnya, di wilayah yang pernah dilewati awan panas
  • Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPK) Yogyakarta menyatakan kenaikan status aktivitas vulkanik Merapi dari "Aktif Normal" menjadi "Waspada". Status aktivitas vulkanik Merapi meliputi "Aktif Normal", "Waspada", "Siaga", dan "Awas". Agar pada saat evakuasinya berjalan lancar ,jadinya nanti tidak berjatuhan korban lagi menyiapkan sarana berupa tas untuk bertahan hidup para warga yang akan mengungsi.
  • Menyiapkan  tersebut berisi alas tidur, obat-obatan, tempat makanan, serta beberapa barang yang kemungkinan besar dibutuhkan warga saat mengungsi.
  • Kesiapan lain yang telah dilakukan untuk mengantisipasi bencana erupsi Merapi, kata dia, yakni menyiapkan penduduk di lereng gunung berapi ini yang akan diungsikan.


Andai saja, warga lereng Merapi di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III - yang paling dekat dengan sumber bahaya – itu bersedia mematuhi perintah mengungsi, boleh jadi tak akan ada korban jiwa akibat sengatan awan panas wedhus gembel. Kenapa warga lereng Merapi di Kawasan Rawan Bahaya (KRB) III berani nekad menghadapi risiko bahaya letusan Merapi, 





0 komentar:

Posting Komentar